Everybody has a chapter they don’t read out loud, and this is those chapter of mine.
This WORLD WAR III isn’t over yet.
Perang ini belum berakhir.
Dua kubu masih saling bercekcok.
Dua kubu itu adalah ibu dan bapakku.
Keadaan masih saja memaksaku untuk selalu terlihat kuat.
Sejatinya, aku lelah.
Baik batin maupun fisik.
Aku lelah karena aku harus selalu terlihat kuat.
Aku lelah harus memasang topeng senyum di mukaku.
Aku lelah mendengar bentakan bapakku.
Aku lelah mendengar tangisan ibuku sepanjang malam.
Keberadaanku saat ini jauh dari rumah.
Ya, tuntutan menuntut ilmu.
Mau tidak mau aku harus jauh dari orang tua.
Dan,
Setiap aku pulang ke rumah,
Rumah terasa seperti medan perang.
Ibu dan bapak saling tutup mulut.
Aku tahu,
Terkadang mereka berusaha menutupi percekcokan itu hanya karena aku baru saja pulang ke rumah.
Hal itu tak lantas membuatku tak bisa melihat gerak-gerik mereka yang terasa ganjil.
Aku bisa melihat gerak-gerik mereka,
Tak ada yang beres.
Mereka berdua pasti sedang ‘kres’.
Saat-saat itulah aku berpikir,
“Apa aku harus bertindak egois?!”
Bisa saja aku tidak pulang ke rumah,
Ya, untuk menghindari percekcokan keduanya,
Agar aku bisa hidup tenang!,
Tanpa mengetahui keadaan mereka yang sedang ‘perang’.
“Biar mereka saja yang urus keributan mereka sendiri!”,
Tapi,
Hati kecilku berkata.
“Apa aku tega membiarkan kedua orang tuaku bercekcok setiap hari tanpa ada yang melerainya?”
“Apa aku tega membiarkan ibuku setiap malam menangis tersedu-sedu setelah sujud tahajjud malam kepada-Nya?”
“Apa aku tega membirakan bapakku yang kian hari kian kurus karena tak ada yang mengingatkannya makan seperti aku, ibuku, dan bapakku dulu lakukan (tentunya sebelum perang ini dimulai, saat semua baik-baik saja)?”
“Apa aku tega?”
TIDAK.
AKU TIDAK TEGA.
Aku tidak tega melihat keduanya sama-sama dalam posisi yang menyedihkan itu.
Mau tidak mau aku harus ikut ambil bagian dalam ‘perang’ ini.
Sebagian diriku mengajakku untuk tidak usah campur tangan dengan masalah ini,
Sebagaian diriku yang lain, memaksaku untuk turut serta menyelesaikan ‘perang’ ini.
Bapak, Bapak adalah orang yang selalu menjaga agar hati Elma tidak mudah patah,
Tapi, sekarang bapak secara tidak sadar sedang mematahkan hati elma.
Ibu, Ibu adalah orang yang selalu membuat Elma bak putri raja dan ratu.
Dimanja dan disayang oleh siapapun.
Tapi, sekarang.
Sebaliknya.
Aku merasa menderita, sama-sama merasakan perihnya hati ibu.
Oh tidak, kurasa masih ada yang lebih menderita daripada kehidupan kita.
Entah itu siapa, aku tak tahu.
Andai aku bisa meminjam Time turner milik Hermione,
Akan kuputar ulang waktu ini,
Supaya tidak ada ‘perang’ yang terjadi seperti saat ini.
Supaya aku bisa mereset mimpi-mimpi kecilku.
Supaya aku bisa menjaga keluarga ini agar tetap utuh.
Utuh sampai maut memisahkan kita.
Tapi,
Nyatanya,
Sekarang kita sedang dalam ‘perang’ ini.
Kadang mereda,
Kadang memanas seperti kobaran api yang bersulut-sulut.
Sering terlintas di kepalaku,
“Jika aku sudah berumah tangga besok, apakah aku dan suamiku kelak dapat saling menjaga hati satu sama lain?”
“Jika aku sudah berumah tangga nanti, apakah suamiku dapat menjaga pandangannya hanya untukku saja?”
“Jika aku sudah berumah tangga dan tua nanti, apakah suamiku tetap setia kepadaku walaupun rambut sudah berubah menjadi putih, berkulit keriput, dan berigigi ompong menyisakan gusi saja, apakah dia akan tetap loyal?”
Semoga saja, semoga.
Aamiin.
Semoga kelak, aku dan calon suamiku nanti dapat menjaga hati satu sama lain.
Aamiin.
Secuil harapan Elma,
Semoga Ibu dan Bapak masih bisa mengembalikam suasana yang hangat di rumah,
Eits, tidak hanya di rumah saja, dimanapun kita berada.
Semoga kita dapat bahagia,
Tanpa harus bergelimang harta, cukup dengan harta yang ada.
Asal Ibu, Bapak, dan Elma dalam suasana yang hangat, tak ada ‘perang’.
Tanpa harus makan mewah di luar rumah, cukup sambal bawang dan ikan asin.
Asal Ibu, Bapak, dan Elma dalam suasana yang hangat, tak ada ‘perang’.
Tanpa harus travelling ke luar negeri, cukup menonton tv bersama bersendau-gurau di depan ruang keluarga.
Asal Ibu, Bapak, dan Elma dalam suasana yang hangat, tak ada ‘perang’.
Semoga harapanku dapat terkabul,
Aamiin, aamiin, ya robbal alamin.
Aku hanya dapat berharap kepada-Mu, Ya Allah.
‘Perang’ ini mengajarkanku banyak hal.
Agar tetap sabar, tegar, kuat, bahagia, dan taqwa kepada-Mu.
Ibu, Bapak, jika kalian membaca tulisan ini,
‘Aamiin’-kan secuil harapan Elma,
Doakan juga agar Elma dapat membahagiakan, membanggakan, dan mengangkat derajat Ibu dan Bapak.
Aamiin, aamiin, ya robbal alamin.
Gadis kecilmu,
Elma.
Kak Moko said “ Jadilah pendengar untuk dirimu sendiri, siapkan telinga untuk mendengarkan setiap keluh kesahmu. Tangisilah kesedihanmu jika perlu. Sebab, di dunia ini tidak ada yang benar-benar peduli pada masalahmu.”
Jika ada teman-temanku yang beruntung memiliki keluarga yang baik-baik saja membaca tulisan ini,
Berjanjilah kepadaku, berusahalah menjaga keluarga kalian tetap baik-baik saja.
Dan aku doakan semoga keluarga kalian tetap baik-baik saja.
Aamiin.
Jika ada teman-temanku yang ‘kurang beruntung’ sepertiku,
Aku doakan, Semoga kalian bisa lebih tegar dan kuat daripada aku.
Aku yakin, kita bisa menyelesaikan rumitnya ‘benang kehidupan’ ini.
Ambil hikmahnya, kawan J
Percayalah, Jika Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, memberikan ‘perang’ ini sebagai ujian hidupmu,
Yang dapat kamu ambil himahnya,
Agar kamu menjadi insan yang kuat, tegar, sabar, dan tabah. J
Jika ada seseorang di luar sana,
Ya, orang yang tidak bertanggung jawab,
Orang yang berani mencampuri urusan rumah tangga orang lain,
Aku yakin dan percaya, bahwa Dia, Allah SWT, akan membalasmu dengan balasan yang berlipat-lipat akan membunuh hati kalian yang busuk seperti bangkai.
Aku Elma, J
Dan aku masih saja berjuang menghadapi ‘Perang Dunia III’ ini. J
0 komentar